Senin, 28 Maret 2016

Unsur-Unsur dan Asas-asas (Prinsip-prinsip) Perkawinan Menurut Fikih.



Unsur-Unsur dan Asas-asas (Prinsip-prinsip) Perkawinan Menurut Fikih.
Apabila kita melihat unsur-unsur atau prinsip-prinsip perkawinan menurut UUP No. 1/1974, sebenarnya pandangan tersebut sejalan dengan pandangan Islam tentang perkawinan.
Perkawinan dalam Islam merupakan sunnatullah yang sangat dianjurkan, bahkan Rasulullah memrintahkan kepada para pemuda yang sudah mempunyai kemampuan untuk menikah.
Adapun Unsur-Unsur dan Asas-asas (Prinsip-prinsip) Perkawinan Menurut Fikih yaitu:
1.    Harus ada persetujuan dan secara sukarela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan, maksudnya adalah tidak adanya paksaan dari salah satu pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya adalah dengan diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
2.   Tidak semua wanita dapat dinikahi oleh seorang pria, karena ada ketentuan-ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
3.   Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
4.   Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga/rumah tangga yang tentram. Damai dan kekal untuk selama-lamanya.
5.   Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga.
6.   Ada persaksian dalam pernikahan.
7.   Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.
8.   Ada kewajiban untuk membayar maskawin atas suami.
9.   Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah.
10. Ada kewajiban bergaul dangan baik dalam kehidupan tangga.

Unsur-unsur Perkawinan Menurut UUP No. 1 Tahun 1974.*



Unsur-unsur Perkawinan Menurut UUP No. 1 Tahun 1974.*
Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut Ps. 1 ayat (1) UU No. 1/1974, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, maka ada beberapa unsur di dalam perkawinan yaitu:
1.    Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang artinya bahwa secara formal (lahiriah) kedua pasangan suami istri yang benar-benar mempunyai niat (batin) untuk hidup bersama-sama sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Jadi, di dalam UUP tidak mengenal perkawinan percobaan seperti di dunia Barat dan Jepang.
2.   Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri, ini berarti bahwa UUP menganut monogamy, maskipun dengan beberapa pengecualian.
3.   Perkawinan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal dan bahagia, ini berarti pada prinsip-prinsip perkawinan hendaknya berlangsung seumur hidup sehingga perceraian harus dihindarkan, namun demikian UUP juga tidak menutup kemungkinan terjadi perceraian, tetapi hanya dipersulit.
4.   Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ini berarti norma-norma agama dan kepercayaan harus bercermin dan menjiwai keseluruhan peraturan yang menyangkut perkawinan, bahkan norma agama dan kepercayaan itu menekankan sah atau tidaknya suatu perkawinan.

*Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, oleh Drs. H. Wasman, M. Ag. & Wardah Nuroniyah, S.H.I, M.S.I.

Rabu, 23 Maret 2016

Sumber Hukum





Pengertian Sumber Hukum

Sumber Hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala sesuatu bentuk aturan yang menimbulkan sebuah sanksi apabila aturan tersebut dilanggar oleh orang perseorangan atau badan hukum maupun lembaga yang menjadi subjek hukum.
Dengan demikian, sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
1.   Segi materiil; dan
2.  Segi formil.
Sebelum membicarakan kedua pengertian sumber hukum tersebut, terlebih dahulu di ungkapkan arti kata sumber hukun itu digunakan dalam pengertian system hukum. Dimana kata sumber hukum biasanya sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu;
1.   Sebagai asas hukum,
2.  Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku.
3.  Sebagai sumber berlakunya, yang memberikan kekuatan berlakunya secara formal kepada peraturan hukum.
4.  Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum.
5.  Sebagai sumber terjadinya hukum.
Oleh sebab itu, sumber hukum diartikan dalam dua pandangan ketika sumber hukum dimaksudkan sebagaimana tersebut di atas, yaitu;
1.   Sebagai ‘welbron’ sumber asal, tempat dari mana asalnya hukum, tempatnya ada dalam alam pikiran manusia, mengenai apa yang dilarang dana pa yang seharusnya dilakukan.
2.  Sebagai ‘kenbron’ sumber kenal, yaitu tempat dimana kita mengenal hukum dalam pelbagai peraturan perundang-undangan yang tertulis.
Dengan demikian, sumber hukum yang dipandang dari sudut/segi yang dikategorikan menjadi sumber hukum formal dan material itu meliputi apa saja. Permasalahannya kemudian, apa yang dimaksud sumber hukum material; yaitu, tempat darimana hukum itu diambil. Sumber hukum material ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya, hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan, dan kesopanan), perkembangan internasional, keadaan geografis. Hal itu merupakan corak yang melandasi di dalam sumber hukum material. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber hukum formil adalah merupakan dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk dan cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Maka yang perlu diungkapkan disini sebagai sumber hukum formil yang menjadi dasar sumber berlakunya suatu peraturan ialah sebagai berikut;
1.   Undang-undang
2.  Yurisprudensi
3.  Perjanjian (traktat)
4.  Kebiasaan (konvensi).
5.  Doktrin.